Tuesday, February 5, 2019

Cerita Sex Ngentot Bergambar Teman Lama Buat Bikin Anak


Sayangnya, setelah 10 tahun menikahi gadis Minahasa, Nasem belum juga dikaruniai anak. Beda denganku yang harus pontang-panting menghidupi isteri dan keempat anakku. Kalau saja Nasem tidak membantu, mungkin aku sudah tidak sanggup. Itulah yang membuatku terharu. Meski sudah makmur dan terpisah oleh lautan, mereka masih memperhatikanku.
Kembali ke surat Nasem. Ada satu hal penting yang disampaikannya, yaitu minta bantuanku. Tanpa menjelaskan apa yang dimaksudkannya. Aku pun bingung, apa yang bisa kuperbuat untuk membantu orang sekaya Nasem?
Dengan uang yang dikirimkannya, aku pun berangkat memenuhi undangannya. Istriku harus tinggal, untuk menjaga rumah dan anak-anak yang harus sekolah. Kepadanya aku pamit untuk waktu barang satu dua minggu.
Lalu, setelah 5 hari 5 malam berlayar, aku pun sampai di tujuan. Di situ aku sudah dijemput oleh Nasem dan istrinya. Begitu kapal bersandar, mataku menangkap sepasang tuan dan nyonya melambai-lambaikan tangan. “Nduutt.., Genduutt..!!” Teriak mereka. Nasem masih tetap memanggil dengan julukanku dan bukan namaku. Dulu semasa kecil, aku memang paling gendut dibanding Nasem Dan Hamid.
Begitu turun dari kapal, kami saling berpelukan tanpa canggung. Kurasakan mereka memang rindu sekali padaku. Acara kangen-kangenan berlanjut sampai di rumah. Rumah Nasem besar, sedang dipugar dan mirip rumah pejabat. Apakah karena hal ini ia memanggilku ke sini? Entahlah. Praktis seharian kami tak menyinggung soal kedatanganku, karena keasyikan saling berkisah selama kami berpisah.
Maka pada malam kedua itulah, sehabis makan malam, Nasem dengan istrinya Sari memanggilku ke ruang tamu. Mulailah mereka membicarakan soal “bantuan” itu.
“Kira-kira apa yang bisa kubantu, apakah mengerjakan rumahmu ini?” tanyaku.
Kulirik, Nasem menggelengkan kepala.

“Begini Ndut, kamu kan tahu kami sudah 10 tahun menikah, tapi belum juga diberi momongan. Masalahnya, menurut dokter, aku ini memang mandul. Jadi kami sepakat untuk minta tolong kamu. Itu sebabnya kami mengundangmu datang kemari,” tutur Nasem, panjang-lebar. Tapi aku masih bingung dengan ucapannya itu, hingga kuminta ia menjelaskan lagi.

“Jelasnya, kami ingin sekali punya anak walau seorang. Tapi kutahu pasti dari dokter bahwa aku tidak bisa membuahi istriku karena aku mandul. Maka kuminta bantuanmu untuk menggantikan diriku agar kami bisa punya anak,” tuturnya lagi dengan jelas.
“Hah.. apa? Aku harus menggantikan dirimu agar bisa memberikan anak kepadamu,” tanyaku, penasaran.
“Yah.. begitulah maksudku,” jawabnya, membuat aku kian tak mengerti.
“Lalu dengan cara bagaimana aku menggantikanmu? Kamu kan tahu bahwa aku ini bukan ‘Deddy Coubuzier’ atau dukun. Apakah aku bisa melaksanakan permintaanmu itu Sem?” ucapku.
“Ah kamu ini memang nggak tahu atau pura-pura nggak tahu. Begini, kamu ini memang bukan seorang dukun dan permintaanku ini tidak ada kaitannya dengan perdukunan. Yang kuminta adalah, kesediaanmu menggantikan diriku sebagai suami dari istriku, untuk membuahi rahim istriku agar kami bisa punya anak. Sudah? Jelas tidak?” ucap Nasem merinci, dan nampak agak kesal juga melihat kebodohanku.
“Oh begitu maksudmu. Tapi benarkah ucapanmu itu? Dan apakah Sari menyetujuinya?” tanyaku meyakinkan, seraya memberi pertimbangan agar Nasem mengadopsi anak saja.
Menurut mereka, semula memang berniat untuk mengadopsi anak.
“Tapi sebaik-baiknya mengadopsi anak, masih lebih baik punya anak dari rahim istriku sendiri. Dan ini kalau bisa.. ya kan sayang?” ucap Nasem.
“Ya Mas Ndut, kami sudah berunding sebelumnya. Dan demi keinginan kami, aku rela menyerahkan tubuhku untuk dibuahi Mas Ndut..” ucap Sari pelan.
Kini aku paham maksud mereka. Tapi aku tak segera menjawab, mendadak terpampang buah simalakama di mataku. Bila kuterima, ah.. itu berarti aku harus melanggar pagar ayu. Apalagi ini istri sahabat sendiri. Dan bila kutolak, Nasem pasti kecewa. Itu yang pertama. Yang kedua, aku terlanjur datang jauh-jauh dari Jawa. Dan ketiga mengingat budi dan jasanya yang kuterima selama ini, kapan lagi aku bisa membalasnya.
Tapi Nasem terus mendesakku.
“Yah.. bagaimana ini ya. Sem, kuterima atau tidak permintaanmu ini?” kataku.
“Sudahlah Ndut, kuharap kamu bersedia membantuku. Nggak usah risau, kami pun tak ada perasaan apa-apa atas bantuanmu,” ucap Nasem meyakinkan.
Aku pun tanpa sadar berucap, “Yah baiklah. Tapi bagaimana nanti kalau gagal?” tanyaku.
“Seandainya gagal, itu bukan kesalahanmu. Nanti kami akan senantiasa berdoa semoga keinginan kami ini dikabulkan,” ucap Nasem dengan arif.
Selanjutnya dengan kesepakatan dan restu bersama, aku diminta untuk memulai malam itu juga. Begitu mendengar kesediaanku mereka permisi hendak mempersiapkan kamar tengah. Nasem sendiri nampaknya pindah ke kamar depan. Bantal dan perlengkapan tidur lainnya dibawanya ke depan.
Tepat pukul 22:00 WITA, aku dipersilakan Sari masuk ke kamar tengah yang sudah bersih, indah dan harum. Terasa berat kakiku melangkah, hingga Nasem dan Sari membimbingku masuk. Habis itu, Nasem pun keluar, meninggalkan aku dan Sari berdua di kamar.
“Sari, apakah kamu yakin aku bakal bisa memberi anak nantinya..?” tanyaku.
“Mas Ndut, secara pribadi aku yakin kamu bakal bisa memberi anak untukku nantinya.” ucapnya manja.
“Aku tidak tega tubuhku yang kotor ini nantinya akan ‘mengobok-obok’ tubuhmu yang mulus itu.”
“Mas Ndut, aku kan sudah bilang ini demi keinginan kami berdua. Jadi tubuhku yang mulus ini kuserahkan padamu Mas. Ayo dekatlah kemari Mas Ndut. Tak usah malu-malu, aku siap bertempur Mas..” ucapnya lagi sambil menarik tanganku ke pembaringan.
Sayup-sayup kudengar pintu jendela depan ditutup dan dikunci.
“Lho siapa yang menutup pintu dan jendela di luar sana itu Sar?” tanyaku, sembari duduk di bibir ranjang.
“Oh itu pasti Mas Nasem sendiri kok Mas Ndut,” jawabnya, seraya menjelaskan bahwa 2 pembantunya terpaksa dipulangkan agar rencana ini berjalan mulus.
“Oh begitu!” ucapku.
“Mas Ndut aku sudah nggak tahan nich?” ucapnya sambil membuka seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya yang mulus itu. Tubuhnya yang mulus dengan susunya yang begitu montok dan vaginanya yang menantang. Panas dingin aku memandangnya. Lutut ini gemetar dan tubuhku meriang bak kena setrum listrik 1000 watt. Aku yang biasa melihat istriku bugil, kini jadi lain.
Di rumah aku biasa tidur dengan beralaskan tikar. Kini aku berhadapan dengan ranjang mewah beraroma wangi, plus tubuh mulus tergolek di atasnya. Tapi badanku terus menggigil seperti terjangkit malaria berat. Eh, Sari tiba-tiba bangun menghampiriku dan melepaskan seluruh pakaianku yang sejak tadi belum kubuka. Aku cuma terbengong-bengong saja. Lalu..
“Sekarang.. coba Mas Ndut berbaring..” ucapnya sambil mendorong tubuh telanjangku. Aku menurut saja. Penisku segera menegang ketika merasakan tangan lembut Sari mulai beraksi.
“Wah.. wahh.. besar sekali penismu, Mas Ndut.” tangan Sari segera mengusap-usap penis yang telah mengeras tersebut. Segera saja penisku yang sudah berdenyut-denyut itu masuk ke mulut Sari. Ia segera menjilati penisku itu dengan penuh semangat. Kepala penisku dihisapnya keras-keras, hingga membuatku merintih keenakan.
“Ahh.. ahh.. ohh..” aku tanpa sadar merintih merasakan nikmat sesaat. Menyadari keringatku yang mengucur dengan deras sehingga menimbulkan bau badanku yang kurang sedap, buru-buru aku mendorong kepala Sari yang masih mengulum penisku itu untuk pamit mau mandi dulu. Lalu, kuguyur badanku dengan segala macam sabun dan parfum yang ada di situ kugosokkan agar badanku harum.
Tiga kran yang ada di situ kubuka semua dan kurasakan mana yang berbau sedap, kupakai untuk menyegarkan badan. Bukankah sebentar lagi aku mesti melayani sang putri bak bidadari?! Mungkin sudah terlalu lama aku di kamar mandi, terdengar Sari mengetuknya. Begitu pintu kubuka, ah. Sari berdiri dengan tubuh montoknya. Ohh.. Seandainya yang pamer aurat di depanku itu istriku aku tak akan menanti lama-lama pasti langsung kudekap dia. Tapi dia adalah istri sahabatku.”Malaria”-ku yang sempat sembuh waktu mandi tadi, kini kumat lagi. Cepat-cepat aku masuk lagi dan menguncinya. Di dalam kamar mandi aku bimbang bagaimana sebaiknya, kulaksanakan atau kubatalkan saja?
Akhirnya malam itu terpaksa gagal. Hingga pukul lima pagi aku masih belum berani melakukannya. Melihat Sari bak bidadari turun dari kahyangan, memang membuatku tergiur. Tapi ketika berhadapan dengannya nyaliku jadi ciut.
Esoknya rupanya Sari melapor pada suaminya. Dan aku ditegur Nasem.
“Ndut, kenapa tidak kamu laksanakan? Bukankah sudah kami katakan.” ucapnya.
Aku cuma diam saja. Agar tidak kecewa lagi, malam ini tekadku akan kulipatgandakan untuk melakukannya.
Pukul 22.00 WITA, Nasem meninggalkan kami berdua di ruang tamu. Sejurus kemudian, “Ayo Mas Ndut kita tidur yuk,” ucap Sari manja sembari meraih tanganku dan ditariknya ke kamar. Setelah mengunci pintu kamar, dia menyuruhku duduk di tepi ranjang dan jari-jarinya yang lentik mulai memijat pundakku. Aneh, setelah dipijat aku menjadi lebih rileks. Dia sorongkan wajahnya dekat sekali dengan wajahku dan tiba-tiba bibir kami sudah merapat dan saling menghisap. Lama juga kami berciuman dan juga saling memilin lidah sementara tangan kami saling membelai dan mengusap.
Kami masih duduk berhadapan. Lalu Sarilah yang mulai membuka semua pakaianku. Dia kecup leherku turun ke bawah ke dada dan ke puting dadaku. Sampai disini, dia menjulurkan lidahnya dan putingku dijilat-jilat. penisku langsung menegang, sangat keras dan semakin keras karena diremas-remas olehnya.

Singkat kata, kami pun sudah bertelanjang bulat dan aku pun segera menindih badannya yang kenyal dan padat. Karena ada sisa kegugupan, maka aku langsung coba memasukkan penisku ke dalam vaginanya.
“Tunggu, pelan-pelan saja Mas Ndut,” bisiknya sambil mengelus kepala kemaluanku di depan lubangnya. Pelan-pelan sekali. Lalu tugasnya kuambil alih dan kulanjutkan menyentuh dan menggosokkan kepala penisku itu. Pelan dan pelan sekali. Terasa olehku lubangnya semakin basah dan licin. Tiba-tiba.. “Slepp..” masuklah penisku ke dalam sangkarnya.
Aku mulai menggenjot perlahan-lahan. Naik turun, naik turun. Sementara itu bibir kami berdua tetap bertaut. Saling kecup, saling hisap. Tangan Sari mengusap-usap punggungku terkadang turun ke bawah ke pantat dan jarinya mempermainkan lubang pantatku, geli campur enak. Tanganku sibuk mengelus kepalanya dan rambutnya. Semua kami lakukan dengan pelan dan lembut.
Setiap aku hampir sampai ke puncak, Sari selalu memelukku erat-erat sehingga aku tidak bisa bergerak. Tepatnya, kami berdua diam tak bergerak sambil saling peluk dan penisku tertanam dalam di kemaluannya. Setelah agak reda kembali aku memompa naik turun.

Selang beberapa saat, Sari ganti di atas. Rupanya dia amat menyenangi posisi ini. Ganti sekarang dia yang memeluk dan menciumiku sementara pantatnya bergoyang dan berputar dengan penisku tertancap di dalam kemaluannya. Semakin lama semakin semangat. Sampai akhirnya ia pun mengejang dan mulutnya berdesis-desis dan kepalanya bergoyang-goyang liar ke kiri dan ke kanan, kupeluk dia dan kutekan pantatnya sehingga sampailah ia pada puncak kepuasannya. Lemaslah tubuh Sari dan dia menciumi seluruh wajahku sambil mengucapkan, “Terima kasih ya Mas? Mas telah melakukan tugas dengan baik.. aku sungguh tidak menyangka Mas bisa membuatku melayang sampai ke langit yang ke-tujuh.. (ucapnya sambil mengecup bibirku, terus tangannya memegang penisku yang menurut dia jauh lebih besar dan panjang dari punya Nasem)”.
Selesai tugasku maka aku pun membalikkan badannya dan ganti aku di atas. Kuangkat kedua kakinya dan kubelitkan di kedua pahaku lalu kumasukkan penisku dan kukocok perlahan-perlahan untuk makin lama makin cepat dan akhirnya menyemburlah air maniku ke dalam lubang vagina Sari. Sari memeluk tubuhku erat-erat dan kami pun berciuman lama. Sempat sekitar sepuluh menit kami diam tak bergerak dalam posisi aku di atas badannya dan tubuh kami tetap jadi satu bersambung dari bawah.
Tak terasa ‘pekerjaan’ yang kulaksanakan ini sudah menginjak malam ke dua belas.
“Mas Ndut, sebenarnya menurut perhitungan saya, haid saya sudah lewat 7 hari yang lalu,” kata Sari pada suatu malam setelah kami kelelahan. Tapi Nasem masih belum yakin istrinya hamil. Aku dimintanya ‘bersabar’ barang sepuluh hari atau dua minggu lagi. Bersamaan dengan itu, ia mengirimkan uang belanja untuk istriku dan anak-anakku.
Hingga pada suatu hari, terhitung hampir sebulan aku di sana. Nasem membawa istrinya ke dokter ahli kandungan. Tak berapa lama mereka pun pulang dengan wajah yang cerah. Berhasil!
“Oh Ndut, istriku hamil!” katanya gembira.
Kiranya ‘pekerjaanku’ tak sia-sia. Kusarankan pada mereka untuk menjaga kandungan Sari, hingga kelak si jabang bayi lahir. Aku sendiri, sudah kangen pada keluargaku di kampung. Maklum, hampir sebulan aku meninggalkan mereka. Tapi aku berjanji kepada Nasem, bersedia diundang lagi seandainya hasilnya gagal. Nasem pun tak keberatan melepaskanku pulang. Kebetulan dua hari lagi ada kapal berangkat ke Surabaya. Sorenya mereka belanja oleh-oleh untuk keluargaku di rumah. Aduh bukan main senangnya hati mereka. Setelah itu aku pun berangkat naik kapal pulang ke kampung.
Singkat cerita, sesampainya di rumah kukatakan pada istriku bahwa aku diminta menyelesaikan bangunan rumahnya. Dan istriku percaya saja. Tapi dalam hati, aku merasa berdosa kepadanya.
Delapan bulan kemudian aku menerima surat dari Nasem bahwa ‘anaknya’ telah lahir, wanita, cantik lagi, dan diberinya nama Ratih. “Ah syukurlah,” gumamku.
Begitulah yang terjadi. Rahasia ini masih kusimpan demi ketenangan keluargaku. Tapi satu hal yang tak dapat kupungkiri, bahwa darah dagingku pun terpisah di sana. Disatu sisi aku bangga dapat membahagiakan sahabatku dan membalas budinya. Tapi disisi lain soal akibat dosanya, kuserahkan kepada Yang Di Atas. Aku hanya dapat berucap, mohon ampun pada-Nya.

Kisah Seks Pemuas Nafsu Teman Suami Kakak

http://menikmatisex.blogspot.com


Cerita Sex Pemuas Nafsu Teman Suami Kakak – Aku adalah seorang pegawai disebuah bank swasta nasional dengan posisi yang lumayan tinggi untuk pria seumuranku. Umurku sendiri baru 30 th, tapi aku sudah menduduki posisi sebagai manager marketing, namaku Arbi. Dengan posisi itu aku tekanan dalam pekerjaan membuatku terkadang stres, namun untuk melampiaskan itu semua aku selalu pergi keluar kota menenangkan pikiran bersama dengan istriku
Namun entah mengapa, beberapa minggu ini istriku kelihatan mudah sekali marah, sehingga ketika aku menginginkan pelepasan beban melalui sex sering kali gagal. Hal ini membuat konsentrasiku dalam pekerjaan sedikit terganggu. Memang bagi kita para lelaki, pelepasan sex selalu jalan pertama yang kita tempuh dalam mengurangi beban pikiran, bila tak tersalurkan maka akan mengganggu semangat dan pikiran kita. Dan hal itulah yang aku alami beberapa minggu belakangan.
Apalagi bulan-bulan ini adalah bulan menjelang hari raya lebaran yang mana dimana semua bisnis baik itu besar maupun kecil meraup keuntungan sebesar-besarnya. Sedangkan ditempatku berada, keadaannya terbalik sehingga tekanan yang aku terima semakin berat dan membuatku terkadang harus melepaskan semua beban itu dengan melakukan onani dikamar mandi, karena istriku sendiri kelihatannya sedang bermasalah ditempat kerjanya.
Namun semua itu berakhir ketika hari itu, hari kamis. Dimana aku pulang kerumah seperti biasa menjelang pukul 19:00. Aku sampai dirumah, setelah memarkirkan mobilku, aku berjalan masuk dan bertemu dengan istriku yang juga baru pulang dari kerja. Kami berciuman dipipi sebentar lalu aku masuk kedalam kamar untuk berganti pakaian. Lalu akupun mandi untuk menyegarkan diri dari segala kepenatan yang menglingkupiku. Usai mandi, diluar terdengar suara orang tertawa dan setelah aku keluar aku melihat teman wanita adik istriku datang berkunjung. Gadis itu bernama fenny, yang tinggal beberapa rumah dari rumahku ini.
“Malam mas…?”, sapa fenny padaku.
“Malam fenny, pa kabar…?”, aku balik bertanya.
“Baiiiik banget mas. Emang gimana mas keadaan kantor? Kok kayaknya tegang banget gitu ya…?”, tanya fenny padaku karena melihatku kusut meskipun telah selesai membersihkan diri.
“Gitu dech, namanya kantor pasti teganglah..”. Jawabku singkat.
Tak sengaja, aku mengamati fenny yang masih menggunakan pakaian kerjanya. Ia tampak begitu cantik, apalagi fenny merupakan sekretaris direksi disalah satu perusahan IT terkenal di Ibu kota. Namun semua itu aku kesampingkan.
Aku mendekati istriku yang kala itu sedang ganti pakaian, setelah selesai mandi. AKu peluk dia dari belakang dan mulai menciumi lehernya yang merupakan salah satu titik lemahnya, namun bukan gairah yang kudapatkan malah dampratan yang membuatku marah. Ia mendorongku dan mengatakan bahwa ia sedang tidak mood untuk melayaniku, maka akupun pergi dan duduk dihalaman rumah sambil merokok untuk menghilangkan emosi yang membara didalam hati.
Aku duduk menyendiri sambil menikmati bir yang aku bawa dari dalam sambil merokok. Menatap kelangit yang gelap, mencoba membayangkan bagaimanakah kehidupanku dimasa yang akan datang. Aku yang pada dasarnya adalah lelaki yang setia, tak sanggup berpikir bila harus berpisah dengan istriku, dan hidup menyendiri. Sungguh sebuah bayangan yang selalu kutepis.
Namun bayangan akan hal itu semakin mendekati kenyataan, semua itu didukung dengan kondisi istriku yang sedang naik daun dan pendapatan yang lebih besar daripadaku, atau mungkin ia telah mendapatkan teman pria yang lain. Pikiran2 itulah yang selalu menghantuiku selama ini. Karena terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri hingga tak menyadari kehadiran fenny yang duduk didepanku. Aku terkejut ketika fenny memanggilku dengan cukup keras.
“Mas…!!!”.
“Eh ya, sori ga denger…?!”, kataku terkejut.
“Ih mas arbi, melamun terus tuh..?”, kata fenny lagi.
“Iya, sory ya. Emang ada apa fen..?”, tanyaku lagi padanya.
“Gpp mas, keliatannya mas arbi pusing banget, kusut gitu..?”.
“Biasalah banyak masalah…?!”.
“EMang fenny bisa bantu apaan…?”, kata fenny antusias.
Aku sempat terkejut mendengar pernyataan fenny, namun aku segera menjawabnya,
“Ga usah, kok ga langsung pulang kenapa fenny..?”, tanyaku balik.
“Hehehehe… dirumah ga ada orang, feny takut sendirian, pulangnya entar nunggu mama..”, kata fenny malu2.
Setelah itu aku mengambil minumanku dan meminumnya, tapi ketika aku menoleh rok span fenny tersingkap dan memperlihatkan kehalusan pahanya yang putih, membuatku langsung terangsang. Lalu aku kembali bersandar dan menyalakan kembali rokokku, mencoba menghilangkan semua gairah yang muncul tiba-tiba. Lalu istriku dan adiknya keluar dari dalam rumah dan berpamitan padaku untuk keluar sebentar mall, untuk belanja kebutuhan bulanan. AKu mengangguk, sementara adik iparku berbicara pada fenny memintannya menunggu kalo mau, kalo tidak ikut aja. Sementara fenny menjawab nunggu aja. Selesai itu istriku dan adiknya pergi meninggalkan rumah.
Aku berkata pada fenny, kalo membutuhkanku aku berada didalam. Lalu aku pergi meninggalkan fenny yang masih duduk diluar sambil bermain dengan HPnya. Aku masuk kedalam, tapi aku bersembunyi diruang tamu dekat gorden, untuk mengintip lebih dekat fenny yang memang membelakangi gorden, sehingga akan tampak lebih jelas. Apalagi ketika fenny melepas blasernya, bloush kerjanya yang memliki renda pada daerah kancing, dengan warna yang tidak terlalu terang tapi memperlihatkan keindahan tubuh mungil fenny. Aku tak tahan lagi, maka akupun segera pergi meninggalkan ruang tamu dan menuju kamarku. Penisku sudah begitu tegangnya, tak lama kemudian terdengar suara panggian fenny padaku,
“Mas..mas arbi…mas..?”.
“Apa fenny..??”, tanyaku sambil membuka pintu kamarku.
“Mas, fenny numpang minum ya..?”.
“Ya..?”, jawabku singkat.

Menatap nanar tubuh fenny yang indah, apalagi saat itu ia tak memakai lagi blasernya, dengan bloush yang tipis sehingga menampakkan tubuh indah> Bra warna biru yang tercetak jelas membuatku semakin tak dapat gairahku sendiri, mungkin tadi tak begitu terlihat karena tertutup blasernya, namun sekarang semua itu begitu indah dan menggoda.
Selesai minum, fenny kembali menuju keruang makan dimana aku sudah menantinya. Kami bertemu dan fennypun tersenyum manis. Aku berdiri dihadapannya, lalu fenny berjalan kembali disampingku. Ada kebimbangan didalam hati mengenai semua ini, antara gairah dan akal sehatku. Namun gairahkulah pemenangnya, maka dengan cepat tangan feny aku cekal, dan ia terkejut. Aku berbalik dan segera menarik fenny kedalam dekapanku. Fenny tak melawan hanya menatap penuh rasa keterkejutan. Aku peluk fenny dan mencium bibirnya lembut, namun penuh gairah.
Fenny tak melawan hanya pasrah, hingga pada akhirnya ia ikut terbawa oleh gairahnya sendiri dan membalas lumatanku. Tanganku tak berhenti begitu saja, meraba punggungnya, turun kebawah lalu meremas kuat bongkahan pantat yang bulat dan penuh milik fenny semakin membuatku semakin terangsang. Penisku yang sangat tegang menempel keras pada perut fenny, denyutan kuat penisku terasa begitu kuat diperut fenny membuat fennypun ikut bergairah.
Tanganku bergerak semakin liar, menuju kebagian depan tubuh fenny. Membuka kancing bloushnya satu persatu hingga terbuka semua, dan menyusup masuk kedalamnya, aku remas lembut payudara fenny yang berukuran kira2 34 cup b itu. Setiap remasan yang aku lakukan fenny mengerang disela ciumanku, membuatku semakin bergairah. Kemudian tanpa kusadari tangan fenny bergerak menuju selangkanganku, membuka celanaku dan meremas lembut penisku yang sudah sangat tegang.
Beberapa saat kemudian, aku teringat bahwa yang kulakukan sekarang ini menyalahi aturan dan seketika itu juga aku melepaskan ciumanku dan juga remasanku pada payudara fenny. Aku berjalan mundur sambil menatap penuh rasa bersalah pada fenny yang sudah ikut terangsang oleh karenaku. Wajahnya memerah, dan nafasnya pun memburu seiring dengan gairah yang memuncak.
“Maaf..maafin…aku fenny..maaf..”, kataku gugup.
“Maafin mas arbi, fenny, maaf…”, kataku semakin kacau.
Namun tiba-tiba fenny menyentuh bibirku dengan jarinya, dan berkata lembut,
“Gpp kok mas. Fenny tau kok…”, kata fenny mencoba menenangkanku.
“Emang mas arbi lagi pengen banget ya…?”, tanya fenny kembali.
“Iya, tapi ya udahlah, gpp. Maafin mas ya fenny…?!”, kataku lagi.
“Mau ga fenny bantuin…?”, kata fenny pelan sambil menatapku tajam.
Aku terkejut dengan jawabannya. dan menatap fenny seakan tak percaya dengan apa yang baru saja ia katakan. Fenny mendekatiku, lalu ia menarikku mendekat dan sambil berbisik ditelingaku, ia menciumku kemudian. Dengan lembut, hingga akhirnya akupun membalas ciumannya.
Tangan fenny membimbing tanganku kearah dadanya, dan menempatkannya pada payudaranya, lalu membantu tanganku supaya meremas payudaranya sendiri. Aku lakukan, pertama dengan lembut lalu semakin kuat dan penuh nafsu. Kemudian, aku memeluk tubuh fenny dengan erat. Ciumankupun turun pada leher jenjang fenny. Desahan lembut keluar dari bibirnya, sementara tanganku membuka kait penahan bra fenny, lalu menyingkapkannya dan tangankupun bersentuhan langsung dengan lembutnya payudara fenny. Desahan fenny berubah menjadi erangan penuh gairah.
“Aaahh..aahh..mas….oohh…..”, erang fenny.
Tanpa melepas bloush kerjanya, aku menikmati kelembutan dan keindahan tubuh fenny.
Waktu berlalu dan ciumankupun telah berubah pada payudaranya, erangan dan gelinjang tubuh fenny semakin keras dan kuat. Apalagi posisinya sekarang telah duduk diatas pangkuanku dengan kaki terbuka lebar dan rok span yang tersingkap sampai pinggulnya. Ciuman dan jilatanku pada payudara fenny membuatku mengerang semakin keras, apalagi ketika jariku menggosok vagina fenny yang telah basah dan hanya ditutupi oleh celana dalam model thong miliknya yang telah basah kuyub oleh cairan kepuasannya.
“Aaah..aahh..mass..aahh….aahh…”, erang fenny.
Setelah beberapa saat fenny kembali mengerang panjang, dan aku langsung melumat bibirnya mencoba mengurangi keluarnya suara erangan kuat fenny. Tubuh fenny menggelinjang hebat sambil memelukku erat2. Tubuh kami berhimpitan ketat.
Setelah beberapa saat kemudian, fenny telah tenang. Ia lepaskan pelukannya padaku, ia tersenyum manis dan berkata disela deru nafasnya,
“Hah..enak..banget..mas..hah..hah..enakk..bang et, kini giliran hah..hah..fenny.”.
Ia berdiri dan kemudian menarik turun celana dalamku dan betapa terkejutnya dia ketika melihat penisku yang sudah sangat tegang berdiri dengan kokohnya, penisku yang berukuran sekita 15 cm tak begitu panjang namun diameternya yang gemuk membuatnya terlihat besar. Fenny memegangnya penuh rasa hati2 dan nafsu, setelah terpegang, fenny mengocoknya perlahan dan membuatku yang sudah sagnat terangsang menjadi lebih mudah mencapai puncak gairahku. Eranganku mengeras seiring dengan kocokan fenny pada penisku.
Fenny mengangkat tubuhnya dan sambil menyingkapkan celana dalam model thong miliknya aku tuntun penisku tepat berdiri tegak dibawah bibir vaginanya. Fenny menurunkan tubuhnya perlahan dan peniskupun membelah bibir vagina fenny, rasa hangat dan basah serta denyutan kuat menyapa penisku, sungguh kenikmatan yang sudah lama aku cari dan damba. Dengan satu gerakan penisku terbenam dalam liang vagina fenny, pijatan dan denyutan dinding vagina fenny sangat nikmat,
“Aaahh..mas…aahh….enakk.bangett..aahhh”.
Setelah berdiam diri beradaptasi, fenny lalu bergoyang dengan lembut maju mundur, memutar dan naik turun, sementara itu penisku bagaikan dipelintir dan dan dipijat lembut oleh dinding vagina fenny, membuat hanya tak sampai 2menit sudah mengerang panjang.
“Aaahh..aahh.fenny…..fenny…aahh…aku..mauu..k eluarr..aahh..aahh..”, erangku.
“Aaahh..aahh..keluarrinn..keluariinn..mas..aahh..a ahh..enakkk.bangett..”.
Fennypun semakin memainkan tekniknya hingga akupun mengerang panjang, sambil memeluk tubuh fenny penisku berkedut kuat memuntah sperma berkali2 dalam liang vagina fenny. fennypun semakin liar bergoyang diatas penisku. Sementara pijatan dan remasan dinding vagina fenny semakin liar memberikan rasa nikmat yang tiada tara.
Rasa nikmat yang tiada tara itu kembali menguasaiku saat, setelah selesai mencpai puncaknya fenny tak berhenti malah semakin liar bergoyang. Tiba-tiba fenny memelukku erat disertai dengan gelinjang dan kejangan liar tubuhnya, kamipun berciuman panas. Sementara fenny semakin kuat menekankan vaginanya hingga penisku terbenam seluruhnya. Rasa nikmat itu memang amat sangat.
Kami berpelukan beberapa saat sampai semua itu mereda, dan fenny yang pertama melepaskan pelukannya dan sambil memegang wajahku, ia berkata,
“Mas..hah..hah..enak banget. Makasih mas, enak banget rasanya…hah..hah..”.
“Iya, aku juga enak. Makasih fenny, enak banget. Mas puas banget..”.
“Hihihihi…mas arbi nakal juga ya.”, kata fenny yang berdiri, lalu membetulkan kembali celana dalamnya dan kemudian ia bersimpuh dihadapanku.
Ia pegang penisku yang masih tegang itu dan mengelusnya, lalu menjilatinya dari buah pelirku sampai dengan kepala penisku.
“Ahh..enak fenny, enak..ahh.. Maaf ya tadi aku keluar duluan…?”, kataku.
“Emmhh..gpp mas, kalo mas keluar lagi juga gpp kok.”, kata fenny yang kemudian mengulum penisku.
Ia menjepitnya dengan bibir tipisnya dan menaik turunkan kepalanya sementara itu lidahnya menjilati kepala penisku dan juga fenny melakukan hisapan lembut pada penisku. Perpaduan dari semua itu sangat memberikan kenikmatan padaku. Fenny melepaskan kulumannya dan kembali mengocok penisku dengan lembut, lalu mengulumnya kembali, akupun mengerang2 keenakan. Fenny melakukan itu berulang kali, dan pada menit ketiga aku mengerang keras, dan peniskupun mengembang semakin besar dan tiba-tiba penisku menyemprtokan sperma didalam mulut fenny, fenny yang mengetahui gejala aku mendapatkan puncak kenikmatanku tak melepaskan kulumannya malah semakin kuat menghisapnya.
“Aaah..aahh..fennyy..ohh…fennyy…aahhh..croot.c roott..aaahhh..”.
Beberapa kali semprotan didalam rongga mulut fenny, hingga ada beberapa tetes spermaku yang keluar disela bibir tipisnya yang sedang mengulum penisku. Fenny melepaskan kulumannya dan sambil bersimpuh ia menelan spermaku yang memenuhi mulutnya. Setelah itu, fenny aku bantu berdiri dan ia membenahi dirinya yang acak-acakan, mulai dari bloush kerjanya sampai dengan roknya.
Beberapa saat setelah itu, feny telah selesai berbenah dan kembali duduk dihalaman depan, bersama denganku.
“Fenny, ga kekamar mandi…?”, tanyaku padanya.
“Gpp mas, fenny baik2 aja kok. Makasih ya mas..?!”, ucap fenny padaku.
“Iya sama2…”, jawabku sambil menundukkan kepala.
Tepat setelah itu, istriku dan adiknya pulang dari mall dekat rumah. Dan suasana rumah kembali ramai seperti biasa.
Tapi, yang berbeda adalah suasan hatiku yang telah mendapatkan kepuasan dari fenny, teman adik iparku sendiri. Fenny terlihat agak kusut dengan keringat yang mulai bermunculan disekujur tubuhnya, sementara bekas spermaku yang sempat mengenai payudaranya pun tak dibersihkan. Tak ada yang berubah, hanya berkurangnya beban hati saja.

Cerita Dewasa Threesome Bersama 2 Pria



Cerita Sexs – Aku adalah gadis berusia 19 tahun. kawan-kawan mengatakan aku cantik, tinggi 170, kulit putih dengan rambut lurus sebahu. Aku termasuk populer diantara kawan-kawan, 

Namun demikian aku masih mampu menjaga kesucianku sampai.. Suatu saat aku dan enam orang kawan Susi (19), Andra (20), Kelvin (22), Vito (22), Toni (23) dan Andri (20). menghabiskan liburan dengan menginap di villa keluarga Andri di Puncak.
Susi walaupun tidak terlalu tinggi (160) memiliki tubuh padat dengan kulit putih, sangat sexy apalagi dengan ukuran payudara 36b-nya, Susi telah berpacaran cukup lama dengan Kelvin. Diantara kami bertiga Andra yang paling cantik, tubuhnya sangat proporsi tidak heran kalau sang pacar, Vito, sangat tergila-gila dengannya.
Sementara aku, Andri dan Toni masih \’jomblo\’. Andri yang berdarah India sebenarnya suka sama aku, dia lumayan ganteng hanya saja bulu-bulu dadanya yang lebat terkadang membuat aku ngeri, karenanya aku hanya menganggap dia tidak lebih dari sekedar teman.
Acara ke Puncak kami mulai dengan \’hang-out\’ disalah satu kafe terkenal di kota kami. Larut malam baru tiba di Puncak dan langsung menyerbu kamar tidur, kami semua tidur dikamar lantai atas. Udara dingin membuatku terbangun dan menyadari hanya Susi yang ada sementara Andra entah kemana.
Rasa haus membuatku beranjak menuju dapur untuk mengambil minum. Sewaktu melewati kamar belakang dilantai bawah, telingaku menangkap suara orang yang sedang bercakap-cakap.
Kuintip dari celah pintu yang tidak tertutup rapat, ternyata Vito dan Andra. Niat menegur mereka aku urungkan, karena kulihat mereka sedang berciuman, awalnya kecupan-kecupan lembut yang kemudian berubah menjadi lumatan-lumatan. Keingintahuan akan kelanjutan adegan itu menahan langkahku menuju dapur.
Adegan ciuman itu bertambah \’panas\’ mereka saling memagut dan berguling-gulingan, lidah Vito menjalar bagai bagai ular ketelinga dan leher sementara tangannya menyusup kedalam t-shirt meremas-remas payudara yang menyebabkan Andra mendesah-desah, suaranya desahannya terdengar sangat sensual.
Disibakkannya t-shirt Andra dan lidahnya menjalar dan meliuk-liuk di putingnya, menghisap dan meremas-remas payudara Andra. Setelah itu tangannya mulai merayap kebawah, mengelus-elus bagian sensitif yang tertutup g-string. Vito berusaha membuka penutup terakhir itu, tapi sepertinya Andra keberatan.
Lamat-lamat kudengan pembicaraan mereka.
“Jangan To” tolak Andra.
“Kenapa sayang” tanya Vito.
“Aku belum pernah.. gituan”
“Makanya dicoba sayang” bujuk Vito.
“Takut To” Andra beralasan.
“Ngga apa-apa kok” lanjut Vito membujuk
“Tapi To”
“Gini deh”, potong Vito, “Aku cium aja, kalau kamu ngga suka kita berhenti”
“Janji ya To” sahut Andra ingin meyakinkan.
“Janji” Vito meyakinkan Andra.
Vito tidak membuang-buang waktu, ia membuka t-shirt dan celana pendeknya dan kembali menikmati bukit kenikmatan Andra yang indah itu, perlahan mulutnya merayap makin kebawah.. kebawah.. dan kebawah. Ia mengecup-ngecup gundukan diantara paha sekaligus menarik turun g-string Andra.
Dengan hati-hati Vito membuka kedua paha Andra dan mulai mengecup kewanitaannya disertai jilatan-jilatan. Tubuh Andra bergetar merasakan lidah Vito.
“Agghh.. To.. oohh.. enakk.. Too”
Mendengar desahan Andra, Vito semakin menjadi-jadi, ia bahkan menghisap-hisap kewanitaan Andra dan meremas-remas payudaranya dengan liar. Hentakan-hentakan birahi sepertinya telah menguasai Andra, tubuhnya menggelinjang keras disertai desahan dan erangan yang tidak berkeputusan, tangannya mengusap-usap dan menarik-narik rambut Vito, seakan tidak ingin melepaskan kenikmatan yang ia rasakan.
Andra semakin membuka lebar kedua kakinya agar memudahkan mulut Vito melahap kewanitaannya. Kepalanya mengeleng kekiri-kekanan, tangannya menggapai-gapai, semua yang diraih dicengramnya kuat-kuat. Andra sudah tenggelam dan setiap detik belalu semakin dalam ia menuju ke dasar lautan birahi. Vito tahu persis apa yang harus dilakukan selanjutnya, ia membuka CDnya dan merangkak naik keatas tubuh Andra.
Mereka bergumul dalam ketelanjangan yang berbalut birahi. Sesekali Vito di atas sesekali dibawah disertai gerakan erotis pinggulnya, Andra tidak tinggal diam ia melakukan juga yang sama. Kemaluan mereka saling beradu, menggesek, dan menekan-nekan. Melihat itu semua membuat degup jantung berdetak kencang dan bagian-bagian sensitif di tubuhku mengeras.. Aku mulai terjangkit virus birahi mereka.

Vito kemudian mengangkat tubuhnya yang ditopang satu tangan, sementara tangan lain memegang kejantannya. Vito mengarahkan kejantanannya keselah-selah paha Anggie. “Jangan To, katanya cuma cium aja” sergah Andra.
“Rileks An” bujuk Vito, sambil mengosok-gosok ujung penisnya di kewanitaan Andra.
“Tapi.. To.. oohh.. aahh” protes Andra tenggelam dalam desahannya sendiri.
“Nikmatin aja An”
“Ehh.. akkhh.. mpphh” Andra semakin mendesah
“Gitu An.. rileks.. nanti lebih enak lagi”
“He eh To.. eesshh”
“Enak An..?”
“Ehh.. enaakk To”
Aku benar-benar ternganga dibuatnya. Seumur hidup belum pernah aku melihat milik pria yang sebenarnya, apalagi adegan \’live\’ seperti itu.
Tidak ada lagi protes apalagi penolakan hanya desahan kenikmatan Andra yang terdengar.
“Aku masukin ya An” pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban.
Vito langsung menekan pinggulnya, ujung kejantanannya tenggelam dalam kewanitaan Andra.
“Aakhh.. To.. eengghh” erang Andra cukup keras, membuat bulu-bulu ditubuhku meremang mendengarnya.
Vito lebih merunduk lagi dengan sikut menahan badan, perlahan pinggulnya bergerak turun naik serta mulutnya dengan rakus melumat payudara Andra.
“Teruss.. Too.. enak banget.. ohh.. isep yang kerass sayangg” Andra meracau.
“Aku suka sekali payudara kamu An.. mmhh”
“Aku juga suka kamu isep To.. ahh” Andra menyorongkan dadanya membuat Vito bertambah mudah melumatnya.
Bukan hanya Andra yang terayun-ayun gelombang birahi, aku yang melihat semua itu turut hanyut dibuatnya. Tanpa sadar aku mulai meremas-remas payudara dan memainkan putingku sendiri, membuat mataku terpejam-pejam merasakan nikmatnya.
Vito tahu Andra sudah pada situasi \’point of no return\’, ia merebahkan badannya menindih Andra dan memeluknya seraya melumat mulut, leher dan telinga Andra dan.. kulihat Vito menekan pinggulnya, dapat kubayangkan bagaimana kejantanannya melesak masuk ke dalam rongga kenikmatan Andra.
“Auuwww.. To.. sakiitt” jerit Andra.
“Stop.. stop To”
“Rileks An.. supaya enak nanti” bujuk Vito, sambil terus menekan lebih dalam lagi.
“Sakit To.. pleasee.. jangan diterusin”
Terlambat.. seluruh kejantanan Vito telah terbenam di dalam rongga kenikmatan Andra. Beberapa saat Vito tidak bergerak, ia mengecup-ngecup leher, pundak dan akhirnya payudara Andra kembali jadi bulan-bulanan lidah dan mulutnya. Perlakuan Vito membuat birahi Andra terusik kembali, ia mulai melenguh dan mendesah-desah, lama kelamaan semakin menjadi-jadi. Bagian belakang tubuh Vito yang mulai dari punggung, pinggang sampai buah pantatnya tak luput dari remasan-remasan tangan Andra.
Vito memahami sekali keadaan Andra, pinggulnya mulai digerakan memutar perlahan sekali tapi mulutnya bertambah ganas melahap gundukan daging Andra yang dihiasi puting kecil kemerah-merahan.
“Uhh.. ohh.. To” desah kenikmatan Andra, kakinya dibuka lebih melebar lagi.
Vito tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dipercepat ritme gerakan pinggulnya.
“Agghh.. ohh.. terus Too” Andra meracau merasakan kejantanan Vito yang berputar-putar di kewanitaannya, kepalanya tengadah dengan mata terpejam, pinggulnya turut bergoyang. Merasakan gerakannya mendapat respon Vito tidak ragu lagi untuk menarik-memasukan batang kemaluannya.
“Aaauugghh.. sshh.. Too.. ohh.. Too” Andra tak kuasa lagi menahan luapan kenikmatan yang keluar begitu saya dari mulutnya.
Pinggul Vito yang turun naik dan kaki Andra yang terbuka lebar membuat darahku berdesir, menimbulkan denyut-denyut di bagian sensitifku, kumasukan tangan kiri kebalik celana pendek dan CD. Tubuhku bergetar begitu jari-jemariku meraba-raba kewanitaanku.
“Ssshh.. sshh” desisku tertahan manakala jari tengahku menyentuh bibir kemaluanku yang sudah basah, sesaat \’life show\’ Vito dan Andra terlupakan. Kesadaranku kembali begitu mendengar pekikan Andra.
“Adduuhh.. Too.. nikmat sekalii” Andra terbuai dalam birahinya yang menggebu-gebu.
“Nikmati An.. nikmati sepuas-puasnya”
“Ssshh.. ahh.. ohh.. ennaak Too”
“Punya kamu enaakk sekalii An.. uugghh”
“Ohh.. Too.. aku sayang kamu.. sshh” desah Andra seraya memeluk, pujian Vito rupanya membuat Andra lebih agresif, pantatnya bergoyang mengikuti irama hentakan-hentakan turun-naik pantat Vito.
“Enaak An.. terus goyang.. uhh.. eenngghh” merasakan goyangan Andra Vito semakin mempercepat hujaman-hujaman kejantanannya.
“Ahh.. aahh.. Too.. teruss.. sayaang” pekik Andra.
Semakin liar keduanya bergumul, keringat kenikmatan membanjir menyelimuti tubuh mereka.
“Too.. tekan sayangg.. uuhh.. aku mau ke.. kelu.. aarrghh” erang Andra.
Vito menekan pantatnya dalam-dalam dan tubuh keduanya pun mengejang. Gema erangan kenikmatan mereka memenuhi seantero kamar dan kemudian keduanya.. terkulai lemas.
Dikamar aku gelisah mengingat-ingat kejadian yang baru saja kulihat, bayang-bayang Vito menyetubuhi Andra begitu menguasai pikiranku. Tak kuasa aku menahan tanganku untuk kembali mengusap-usap seluruh bagian sensitif di tubuhku namun keberadaan Susi sangat mengganggu, menjelang ayam berkokok barulah mataku terpejam. Dalam mimpi adegan itu muncul kembali hanya saja bukan Andra yang sedang disetubuhi Vito tetapi diriku.
Jam 10.00 pagi harinya kami jalan-jalan menghirup udara puncak, sekalian membeli makanan dan cemilan sementara Susi dan Kelvin menunggu villa. Belum lagi 15 menit meninggalkan villa perutku tiba-tiba mulas, aku mencoba untuk bertahan, tidak berhasil, bergegas aku kembali ke villa.
Selesai dari kamar mandi aku mencari Susi dan Kelvin, rupanya mereka sedang di ruang TV dalam keadaan.. bugil. Lagi-lagi aku mendapat suguhan \’live show\’ yang spektakuler. Tubuh Susi setengah melonjor di sofa dengan kaki menapak kelantai, Kelvin berlutut dilantai dengan badan berada diantara kedua kaki Susi, Mulutnya mengulum-ngulum kewanitaan Susi, tak lama kemudian Kelvin meletakan kedua tungkai kaki Susi dibahunya dan kembali menyantap \’segitiga venus\’ yang semakin terpampang dimukanya. Tak ayal lagi Susi berkelojotan diperlakukan seperti itu.
“Ssshh.. sshh.. aahh” desis Susi.
“Oohh.. Kel.. nikmat sekalii.. sayang”
“Gigit.. Kel.. pleasee.. gigitt”
“Auuwww.. pelan sayang gigitnyaa”
Melengkapi kenikmatan yang sedang melanda dirinya satu tangan Susi mencengkram kepala Kelvin, tangan lainnya meremas-remas payudara 36b-nya sendiri serta memilin putingnya.
Beberapa saat kemudian mereka berganti posisi, Susi yang berlutut di lantai, mulutnya mengulum kejantanan Kelvin, kepalanya turun naik, tangannya mengocok-ngocok batang kenikmatan itu, sekali-kali dijilatnya bagai menikmati es krim. Setiap gerakan kepala Susi sepertinya memberikan sensasi yang luar biasa bagi Kelvin.
“Aaahh.. aauugghh.. teruss sayangg” desah Kelvin.
“Ohh.. sayangg.. enakk sekalii”
Suara desahan dan erangan membuat Susi tambah bernafsu melumat kejantanan Kelvin.
“Ohh.. Susii.. ngga tahann.. masukin sayangg” pinta Kelvin.
Susi menyudahi lumatannya dan beranjak keatas, berlutut disofa dengan pinggul Kelvin berada diantara pahanya, tangannya menggapai batang kenikmatan Kelvin, diarahkan kemulut kewanitaannya dan dibenamkan. “Aaagghh” keduanya melenguh panjang merasakan kenikmatan gesekan pada bagian sensitif mereka masing-masing. Dengan kedua tangan berpangku pada pahanya Susi mulai menggerakan pinggulnya mundur maju, karuan saja Kelvin mengeliat-geliat merasakan batangnya diurut-urut oleh kewanitaan Susi. Sebaliknya, milik Kelvin yang menegang keras dirasakan oleh Susi mengoyak-ngoyak dinding dan lorong kenikmatannya. Suara desahan, desisan dan lenguhan saling bersaut manakala kedua insan itu sedang dirasuk kenikmatan duniawi.
Tontonan itu membuat aku tidak dapat menahan keinginanku untuk meraba-raba2 sekujur tubuhku, rasa gatal begitu merasuk kedalam kemaluanku. Kutinggalkan \’live show\’ bergegas menuju kamar, kulampiaskan birahiku dengan mengesek-gesekan bantal di kewanitaanku. Merasa tidak puas kusingkap rok miniku, kuselipkan tanganku kedalam CD-ku membelai-belai bulu-bulu tipis di permukaan kewanitaanku dan.. akhirnya menyentuh klitorisku.
“Aaahh.. sshh.. eehh” desahku merasakan nikmatnya elusan-elusanku sendiri, jariku merayap tak terkendali ke bibir kemaluanku, membuka belahannya dan bermain-main ditempat yang mulai basah dengan cairan pelancar, manakala kenikmatan semakin membalut diriku tiba-tiba pintu terbuka.. Susi! masih dengan pakaian kusut menerobos masuk, untung aku masih memeluk bantal, sehingga kegiatan tanganku tidak terlihat olehnya.
“Ehh Ver.. kok ada disini, bukannya tadi ikut yang lain?” sapa Susi terkejut.
“Iya Si.. balik lagi.. perut mules”
“Aku suruh Kelvin beli obat ya”
“Ngga usah Si.. udah baikan kok”
“Yakin Ver?”
“Iya ngga apa-apa kok” jawabku meyakinkan Susi yang kemudian kembali ke ruang tengah setelah mengambil yang dibutuhkannya. Sirna sudah birahiku karena rasa kaget.
Malam harinya selesai makan kami semua berkumpul diruang tengah, Andri langsung memutar VCD X-2. Adegan demi adegan di film mempengaruhi kami, terutama kawan-kawan pria, mereka kelihatan gelisah. Film masih setengah main Susi dan Kelvin menghilang, tak lama kemudian disusul oleh Andra dan Vito. Tinggal aku, Toni dan Andri, kami duduk dilantai bersandar pada sofa, aku di tengah. Melihat adegan film yang bertambah panas membuat birahiku terusik. Rasa gatal menyeruak dikewanitaanku mengelitik sekujur tubuh dan setiap detik berlalu semakin memuncak saja, aku jadi salah tingkah. Toni yang pertama melihat kegelisahanku.
“Kenapa Ver, gelisah banget horny ya” tegurnya bercanda.
“Ngga lagi, ngaco kamu Ton” sanggahku.
“Kalau horny bilang aja Ver.. hehehe.. kan ada kita-kita” Andri menimpali.
“Rese\’ nih berdua, nonton aja tuh” sanggahku lagi menahan malu.
Toni tidak begitu saja menerima sanggahanku, diantara kami ia paling tinggi jam terbangnya sudah tentu ia tahu persis apa yang sedang aku rasakan. Toni tidak menyia-nyiakannya, bahuku dipeluknya seperti biasa ia lakukan, seakan tanpa tendensi apa-apa.
“Santai Ver, kalau horny enjoy aja, gak usah malu.. itu artinya kamu normal” bisik Toni sambil meremas pundakku.
Remasan dan terpaan nafas Toni saat berbisik menyebabkan semua bulu-bulu di tubuhku meremang, tanpa terasa tanganku meremas ujung rok. Toni menarik tanganku meletakan dipahanya ditekan sambil diremasnya, tak ayal lagi tanganku jadi meremas pahanya.
“Remas aja paha aku Ver daripada rok” bisik Toni lagi.
Kalau sedang bercanda jangankan paha, pantatnya yang \’geboy\’ saja kadang aku remas tanpa rasa apapun, kali ini merasakan paha Toni dalam remasanku membuat darahku berdesir keras.
“Ngga usah malu Ver, santai aja” lanjutnya lagi.
Entah karena bujukannya atau aku sendiri yang menginginkan, tidak jelas, yang pasti tanganku tidak beranjak dari pahanya dan setiap ada adegan yang \’wow\’ kuremas pahanya. Merasa mendapat angin, Toni melepaskan rangkulannya dan memindahkan tangannya di atas pahaku, awalnya masih dekat dengkul lama kelamaan makin naik, setiap gerakan tangannya membuatku merinding.
Entah bagaimana mulainya tanpa kusadari tangan Toni sudah berada dipaha dalamku, tangannya mengelus-elus dengan halus, ingin menepis, tapi, rasa geli-geli enak yang timbul begitu kuatnya, membuatku membiarkan kenakalan tangan Toni yang semakin menjadi-jadi.
“Ver gue suka deh liat leher sama pundak kamu” bisik Toni seraya mengecup pundakku.
Aku yang sudah terbuai elusannya karuan saja tambah menjadi-jadi dengan kecupannya itu.
“Jangan Ton” namun aku berusaha menolak.
“Kenapa Ver, cuma pundak aja kan” tanpa perduli penolakanku Toni tetap saja mengecup, bahkan semakin naik keleher, disini aku tidak lagi berusaha \’jaim\’.
“Ton.. ahh” desahku tak tertahan lagi.
“Enjoy aja Ver” bisik Toni lagi, sambil mengecup dan menjilat daun telingaku.
“Ohh Ton” aku sudah tidak mampu lagi menahan, semua rasa yang terpendam sejak melihat \’live show\’ dan film, perlahan merayapi lagi tubuhku.
Aku hanya mampu tengadah merasakan kenikmatan mulut Toni di leher dan telingaku. Andri yang sedari tadi asik nonton melihatku seperti itu tidak tinggal diam, ia pun mulai turut melakukan hal yang sama. Pundak, leher dan telinga sebelah kiriku jadi sasaran mulutnya.
Melihat aku sudah pasrah mereka semakin agresif. Tangan Toni semakin naik hingga akhirnya menyentuh kewanitaanku yang masih terbalut CD. Elusan-elusan di kewanitaanku, remasan Andri di payudaraku dan kehangatan mulut mereka dileherku membuat magma birahiku menggelegak sejadi-jadinya.
“Agghh.. Tonn.. Drii.. ohh.. sshh” desahanku bertambah keras.
Andri menyingkap tang-top dan braku bukit kenyal 34b-ku menyembul, langsung dilahapnya dengan rakus. Toni juga beraksi memasukan tangannya kedalam CD meraba-raba kewanitaanku yang sudah basah oleh cairan pelicin. Aku jadi tak terkendali dengan serangan mereka tubuhku bergelinjang keras.
“Emmhh.. aahh.. ohh.. aagghh” desahanku berganti menjadi erangan-erangan.
Mereka melucuti seluruh penutup tubuhku, tubuh polosku dibaringkan dilantai beralas karpet dan mereka pun kembali menjarahnya. Andri melumat bibirku dengan bernafsu lidahnya menerobos kedalam rongga mulutku, lidah kami saling beraut, mengait dan menghisap dengan liarnya. Sementara Toni menjilat-jilat pahaku lama kelamaan semakin naik.. naik.. dan akhirnya sampai di kewanitaanku, lidahnya bergerak-gerak liar di klitorisku, bersamaan dengan itu Andri pun sudah melumat payudaraku, putingku yang kemerah-merahan jadi bulan-bulanan bibir dan lidahnya.
Diperlakukan seperti itu membuatku kehilangan kesadaran, tubuhku bagai terbang diawang- awang, terlena dibawah kenikmatan hisapan-hisapan mereka. Bahkan aku mulai berani punggung Andri kuremas-remas, kujambak rambutnya dan merengek-rengek meminta mereka untuk tidak berhenti melakukannya.
“Aaahh.. Tonn.. Drii.. teruss.. sshh.. enakk sekalii”
“Nikmatin Ver.. nanti bakal lebih lagi” bisik Andri seraya menjilat dalam-dalam telingaku.
Mendengar kata \’lebih lagi\’ aku seperti tersihir, menjadi hiperaktif pinggul kuangkat-angkat, ingin Toni melakukan lebih dari sekedar menjilat, ia memahami, disantapnya kewanitaanku dengan menyedot-nyedot gundukan daging yang semakin basah oleh ludahnya dan cairanku. Tidak berapa lama kemudian aku merasakan kenikmatan itu semakin memuncak, tubuhku menegang, kupeluk Andri-yang sedang menikmati puting susu-dengan kuatnya.
“Aaagghh.. Tonn.. Drii.. akuu.. oohh” jeritku keras, dan merasakan hentak-hentakan kenikmatan didalam kewanitaanku. Tubuhku melemas.. lungai.
Toni dan Andri menyudahi \’hidangan\’ pembukanya, dibiarkan tubuhku beristirahat dalam kepolosan, sambil memejamkan mata kuingat-ingat apa yang baru saja kualami. Permainan Andri di payudara dan Toni di kewanitaanku yang menyebarkan kenikmatan yang belum pernah kualami sebelumnya, dan hal itu telah kembali menimbulkan getar-getar birahi diseluruh tubuhku. Aku semakin tenggelam saja dalam bayang-bayang yang menghanyutkan, dan tiba-tiba kurasakan hembusan nafas ditelingaku dan rasa tidak asing lagi.. hangat basah.. Ahh.. bibir dan lidah Andri mulai lagi, tapi kali ini tubuhku seperti di gelitiki ribuan semut, ternyata Andri sudah polos dan bulu-bulu lebat di tangan dan dadanya menggelitiki tubuhku. Begitupun Toni sudah bugil, ia membuka kedua pahaku lebar-lebar dengan kepala sudah berada diantaranya.
Mataku terpejam, aku sadar betul apa yang akan terjadi, kali ini mereka akan menjadikan tubuhku sebagai \’hidangan\’ utama. Ada rasa kuatir dan takut tapi juga menantikan kelanjutannya dengan berdebar. Begitu kurasakan mulut Toni yang berpengalaman mulai beraksi.. hilang sudah rasa kekuatiran dan ketakutanku. Gairahku bangkit merasakan lidah Toni menjalar dibibir kemaluanku, ditambah lagi Andri yang dengan lahapnya menghisap-hisap putingku membuat tubuhku mengeliat-geliat merasakan geli dan nikmat dikedua titik sensitif tubuhku.
“Aaahh.. Tonn.. Drii.. nngghh.. aaghh” rintihku tak tertahankan lagi.
Toni kemudian mengganjal pinggulku dengan bantal sofa sehingga pantatku menjadi terangkat, lalu kembali lidahnya bermain dikemaluanku. Kali ini ujung lidahnya sampai masuk kedalam liang kenikmatanku, bergerak-gerak liar diantara kemaluan dan anus, seluruh tubuhku bagai tersengat aliran listrik aku hilang kendali. Aku merintih, mendesah bahkan menjerit-jerit merasakan kenikmatan yang tiada taranya. Lalu kurasakan sesuatu yang hangat keras berada dibibirku.. kejantanan Andri! Aku mengeleng-gelengkan kepala menolak keinginannya, tapi Andri tidak menggubrisnya ia malah manahan kepalaku dengan tangannya agar tidak bergerak.
“Jilat.. Ver” perintahnya tegas.
Aku tidak lagi bisa menolak, kujilat batangnya yang besar dan sudah keras membatu itu, Andri mendesah-desah merasakan jilatanku.
“Aaahh.. Verr.. jilat terus.. nngghh” desah Andri.
“Jilat kepalanya Ver” aku menuruti permintaannya yang tak mungkin kutolak.
Lama kelamaan aku mulai terbiasa dan dapat merasakan juga enaknya menjilat-jilat batang penis itu, lidahku berputar dikepala kemaluannya membuat Andri mendesis desis.
“Ssshh.. nikmat sekali Verr.. isep sayangg.. isep” pintanya diselah-selah desisannya.
Aku tak tahu harus berbuat bagaimana, kuikuti saja apa yg pernah kulihat di film, kepala kejantanannya pertama-tama kumasukan kedalam mulut, Andri meringis.
“Jangan pake gigi Ver.. isep aja” protesnya, kucoba lagi, kali ini Andri mendesis nikmat.
“Ya.. gitu sayang.. sshh.. enak.. Ver”
Melihat Andri saat itu membuatku turut larut dalam kenikmatannya, apalagi ketika sebagian kejantanannya melesak masuk menyentuh langit-langit mulutku, belum lagi kenakalan lidah Toni yang tiada henti-hentinya menggerayangi setiap sudut kemaluanku. Aku semakin terombang-ambing dalam gelombang samudra birahi yang melanda tubuhku, aku bahkan tidak malu lagi mengocok-ngocok kejantanan Andri yang separuhnya berada dalam mulutku.
Beberapa saat kemudian Andri mempercepat gerakan pinggulnya dan menekan lebih dalam batang kemaluannya, tanganku tak mampu menahan laju masuknya kedalam mulutku. Aku menjadi gelagapan, ku geleng-gelengkan kepalaku hendak melepaskan benda panjang itu tapi malah berakibat sebaliknya, gelengan kepalaku membuat kemaluannya seperti dikocok-kocok. Andri bertambah beringas mengeluar-masukan batangnya dan..
“Aaagghh.. nikmatt.. Verr.. aku.. kkeelluaarr” jerit Andri, air maninya menyembur-nyembur keras didalam mulutku membuatku tersedak, sebagian meluncur ke tenggorokanku sebagian lagi tercecer keluar dari mulutku.
Aku sampai terbatuk-batuk dan meludah-ludah membuang sisa yang masih ada dimulutku. Toni tidak kuhiraukan aku langsung duduk bersandar menutup dadaku dengan bantal sofa.
“Gila Andri.. kira-kira dong” celetukku sambil bersungut-sungut.
“Sorry Ver.. ngga tahan.. abis isepan kamu enak banget” jawab Andri dengan tersenyum.
“Udah Ver jangan marah, kamu masih baru nanti lama lama juga bakal suka” sela Toni seraya mengambilkan aku minum dan membersihkan sisa air mani dari mulutku.
Toni benar, aku sebenarnya tadi menikmati sekali, apalagi melihat mimik Andri saat akan keluar hanya saja semburannya yang membuatku kaget. Toni membujuk dan memelukku dengan lembut sehingga kekesalanku segera surut. Dikecupnya keningku, hidungku dan bibirku. Kelembutan perlakuannya membuatku lupa dengan kejadian tadi. Kecupan dibibir berubah menjadi lumatan-lumatan yang semakin memanas kami pun saling memagut, lidah Toni menerobos mulutku meliuk-liuk bagai ular, aku terpancing untuk membalasnya. Ohh.. sungguh luar biasa permainan lidahnya, leher dan telingaku kembali menjadi sasarannya membuatku sulit menahan desahan-desahan kenikmatan yang begitu saja meluncur keluar dari mulutku.
Toni merebahkan tubuhku kembali dilantai beralas karpet, kali ini dadaku dilahapnya puting yang satu dihisap-hisap satunya lagi dipilin-pilin oleh jari-jarinya. Dari dada kiriku tangannya melesat turun ke kewanitaanku, dielus-elusnya kelentit dan bibir kemaluanku. Tubuhku langsung mengeliat-geliat merasakan kenakalan jari-jari Toni.
“Ooohh.. mmppff.. ngghh.. sshh” desisku tak tertahan.
“Teruss.. Tonn.. aakkhh”
Aku menjadi lebih menggila waktu Toni mulai memainkan lagi lidahnya di kemaluanku, seakan kurang lengkap kenikmatan yang kurasakan, kedua tanganku meremas-remas payudaraku sendiri.
“Ssshh.. nikmat Tonn.. mmpphh” desahanku semakin menjadi-jadi.
Tak lama kemudian Toni merayap naik keatas tubuhku, aku berdebar menanti apa yang akan terjadi. Toni membuka lebih lebar kedua kakiku, dan kemudian kurasakan ujung kejantanannya menyentuh mulut kewanitaanku yang sudah basah oleh cairan cinta.
“Aauugghh.. Tonn.. pelann” jeritku lirih, saat kepala kejantanannya melesak masuk kedalam rongga kemaluanku.
Toni menghentikan dorongannya, sesaat ia mendiamkan kepala kemaluannya dalam kehangatan liang kewanitaanku. Kemudian-masih sebatas ujungnya-secara perlahan ia mulai memundur-majukannya. Sesuatu yang aneh segera saja menjalar dari gesekan itu keseluruh tubuhku. Rasa geli, enak dan entah apalagi berbaur ditubuhku membuat pinggulku mengeliat-geliat mengikuti tusukan-tusukan Toni.
“Ooohh.. Tonn.. sshh.. aahh.. enakk Tonn” desahku lirih.
Aku benar-benar tenggelam dalam kenikmatan yang luar biasa akibat gesekan-gesekan di mulut kewanitaanku. Mataku terpejam-pejam kadang kugigit bibir bawahku seraya mendesis.
“Enak.. Ver” tanya Toni berbisik.
“He ehh Tonn.. oohh enakk.. Tonn.. sshh”
“Nikmatin Ver.. nanti lebih enak lagi” bisiknya lagi.
“Ooohh.. Tonn.. ngghh”
Toni terus mengayunkan pinggulnya turun-naik-tetap sebatas ujung kejantanannya-dengan ritme yang semakin cepat. Selagi aku terayun-ayun dalam buaian birahi, tiba-tiba Toni menekan kejantanannya lebih dalam membelah kewanitaanku.
“Auuhh.. sakitt Tonn” jeritku saat kejantanannya merobek selaput daraku, rasanya seperti tersayat silet, Toni menghentikan tekanannya.
“Pertama sedikit sakit Ver.. nanti juga hilang kok sakitnya” bisik Toni seraya menjilat dan menghisap telingaku.
Entah bujukannya atau karena geliat liar lidahnya, yang pasti aku mulai merasakan nikmatnya milik Toni yang keras dan hangat didalam rongga kemaluanku.
Toni kemudian menekan lebih dalam lagi, membenamkan seluruh batang kemaluannya dan mengeluar-masukannya. Gesekan kejantanannya dirongga kewanitaanku menimbulkan sensasi yang luar biasa! Setiap tusukan dan tarikannya membuatku menggelepar-gelepar.
“Ssshh.. ohh.. ahh.. enakk Tonn.. empphh” desahku tak tertahan.
“Ohh.. Verr.. enak banget punya kamu.. oohh” puji Toni diantara lenguhannya.
“Agghh.. terus Tonn.. teruss” aku meracau tak karuan merasakan nikmatnya hujaman-hujaman kejantanan Toni di kemaluanku.
Peluh-peluh birahi mulai menetes membasahi tubuh. Jeritan, desahan dan lenguhan mewarnai pergumulan kami. Menit demi menit kejantanan Toni menebar kenikmatan ditubuhku. Magma birahi semakin menggelegak sampai akhirnya tubuhku tak lagi mampu menahan letupannya.
“Tonii.. oohh.. tekan Tonn.. agghh.. nikmat sekali Tonn” jeritan dan erangan panjang terlepas dari mulutku.
Tubuhku mengejang, kupeluk Toni erat-erat, magma birahiku meledak, mengeluarkan cairan kenikmatan yang membanjiri relung-relung kewanitaanku.
Tubuhku terkulai lemas, tapi itu tidak berlangsung lama. Beberapa menit kemudian Toni mulai lagi memacu gairahku, hisapan dan remasan didadaku serta pinggulnya yang berputar kembali membangkitkan birahiku. Lagi-lagi tubuhku dibuat mengelepar-gelepar terayun dalam kenikmatan duniawi. Tubuhku dibolak-balik bagai daging panggang, setiap posisi memberikan sensasi yang berbeda. Entah berapa kali kewanitaanku berdenyut-denyut mencapai klimaks tapi Toni sepertinya belum ingin berhenti menjarah tubuhku. Selagi posisiku di atas Toni, Andri yang sedari tadi hanya menonton serta merta menghampiri kami, dengan berlutut ia memelukku dari belakang. Leherku dipagutnya seraya kedua tangannya memainkan buah dadaku. Apalagi ketika tangannya mulai bermain-main diklitorisku membuatku menjadi tambah meradang.
Kutengadahkan kepalaku bersandar pada pundak Andri, mulutku yang tak henti-hentinya mengeluarkan desahan dan lenguhan langsung dilumatnya. Pagutan Andri kubalas, kami saling melumat, menghisap dan bertukar lidah. Pinggulku semakin bergoyang berputar, mundur dan maju dengan liarnya. Aku begitu menginginkan kejantanan Toni mengaduk-aduk seluruh isi rongga kewanitaanku yang meminta lebih dan lebih lagi.
“Aaargghh.. Verr.. enak banget.. terus Ver.. goyang terus” erang Toni.
Erangan Toni membuat gejolak birahiku semakin menjadi-jadi, kuremas buah dadaku sendiri yang ditinggalkan tangan Andri.. Ohh aku sungguh menikmati semua ini.
Andri yang merasa kurang puas meminta merubah posisi. Toni duduk disofa dengan kaki menjulur dilantai, Akupun merangkak kearah batang kemaluannya.
“Isep Ver” pinta Toni, segera kulumat kejantanannya dengan rakus.
“Ooohh.. enak Ver.. isep terus”
Bersamaan dengan itu kurasakan Andri menggesek-gesek bibir kemaluanku dengan kepala kejantanannya. Tubuhku bergetar hebat, saat batang kemaluan Andri-yang satu setengah kali lebih besar dari milik Toni-dengan perlahan menyeruak menembus bibir kemaluanku dan terbenam didalamnya. Tusukan-tusukan kejantanan Andri serasa membakar tubuh, birahiku kembali menggeliat keras. Aku menjadi sangat binal merasakan sensasi erotis dua batang kejantanan didalam tubuhku. Batang kemaluan Toni kulumat dengan sangat bernafsu. Kesadaranku hilang sudah naluriku yang menuntun melakukan semua itu.
“Verr.. terus Verr.. gue ngga tahan lagi.. Aaarrgghh” erang Toni.
Aku tahu Toni akan segera menumpahkan cairan kenikmatannya dimulutku, aku lebih siap kali ini. Selang berapa saat kurasakan semburan-semburan hangat sperma Toni.
“Aaagghh.. nikmat banget Verr.. isep teruss.. telan Verr” jerit Toni, lagi-lagi naluriku menuntun agar aku mengikuti permintaan Toni, kuhisap kejantananya yang menyemburkan cairan hangat dan.. kutelan cairan itu. Aneh! Entah karena rasanya, atau sensasi sexual karena melihat Toni yang mencapai klimaks, yang pasti aku sangat menyukai cairan itu. Kulumat terus itu hingga tetes terakhir dan benda keras itu mengecil.. lemas.
Toni beranjak meninggalkan aku dan Andri, sepeninggal Toni aku merasa ada yang kurang. Ahh.. ternyata dikerjai dua pria jauh lebih mengasikkan buatku. Namun hujaman-hujaman kemaluan Andri yang begitu bernafsu dalam posisi \’doggy\’ dapat membuatku kembali merintih-rintih. Apalagi ditambah dengan elusan-elusan Ibu jarinya dianusku. Bukan hanya itu, setelah diludahi Andri bahkan memasukan Ibu jarinya ke lubang anusku. Sodokan-sodokan dikewanitaanku dan Ibu jarinya dilubang anus membuatku mengerang-erang.
“Ssshh.. engghh.. yang keras Drii.. mmpphh”
“Enak banget Drii.. aahh.. oohh”
Mendengar eranganku Andri tambah bersemangat menggedor kedua lubangku, Ibu jarinya kurasakan tambah dalam menembus anusku, membuatku tambah lupa daratan.
Sedang asiknya menikmati, Andri mencabut kejantanan dan Ibu jarinya.
“Andrii.. kenapa dicabutt” protesku.
“Masukin lagi Dri.. pleasee” pintaku menghiba.
Sebagai jawaban aku hanya merasakan ludah Andri berceceran di lubang anusku, tapi kali ini lebih banyak. Aku masih belum mengerti apa yang akan dilakukannya. Saat Andi mulai menggosok kepala penisnya dilubang anus baru aku sadar apa yang akan dilakukannya.
“Andrii.. pleasee.. jangan disitu” aku menghiba meminta Andri jangan melakukannya.
Andri tidak menggubris, tetap saja digosok-gosokannya, ada rasa geli-geli enak kala ia melakukan hal itu. Dibantu dengan sodokan jarinya dikemaluanku hilang sudah protesku. Tiba-tiba kurasakan kepala kemaluannya sudah menembus anusku. Perlahan namun pasti, sedikit demi sedikit batang kenikmatannya membelah anusku dan tenggelam habis didalamnya.
“Aduhh sakitt Drii.. akhh..!” keluhku pasrah karena rasanya mustahil menghentikan Andri.
“Rileks Ver.. seperti tadi, nanti juga hilang sakitnya” bujuknya seraya mencium punggung dan satu tangannya lagi mengelus-elus klitorisku.
Separuh tubuhku yang tengkurap disofa sedikit membantuku, dengan begitu memudahkan aku untuk mencengram dan mengigit bantal sofa untuk mengurangi rasa sakit. Berangsur-angsur rasa sakit itu hilang, aku bahkan mulai menyukai batang keras Andri yang menyodok-nyodok anusku. Perlahan-lahan perasaan nikmat mulai menjalar disekujur tubuhku.
“Aaahh.. aauuhh.. oohh Drii” erang-erangan birahiku mewarnai setiap sodokan penis Andri yang besar itu.
Andri dengan buasnya menghentak-hentakan pinggulnya. Semakin keras Andri menghujamkan kejantananya semakin aku terbuai dalam kenikmatan.
Toni yang sudah pulih dari \’istirahat\’nya tidak ingin hanya menonton, ia kembali bergabung. Membayangkan akan dijarah lagi oleh mereka menaikan tensi gairahku. Atas inisiatif Toni kami pindah kekamar tidur, jantungku berdebar-debar menanti permainan mereka. Toni merebahkan diri terlentang ditempat tidur dengan kepala beralas bantal, tubuhku ditarik menindihinya. Sambil melumat mulutku-yang segera kubalas dengan bernafsu-ia membuka lebar kedua pahaku dan langsung menancapkan kemaluannya kedalam vaginaku. Andri yang berada dibelakang membuka belahan pantatku dan meludahi lubang anusku. Menyadari apa yang akan mereka lakukan menimbulkan getaran birahi yang tak terkendali ditubuhku. Sensasi sexual yang luar bisa hebat kurasakan saat kejantanan mereka yang keras mengaduk-aduk rongga kewanitaan dan anusku. Hentakan-hentakan milik mereka dikedua lubangku memberi kenikmatan yang tak terperikan.
Andri yang sudah lelah berlutut meminta merubah posisi, ia mengambil posisi tiduran, tubuhku terlentang diatasnya, kejantanannya tetap berada didalam anusku. Toni langsung membuka lebar-lebar kakiku dan menghujamkan kejantanannya dikemaluanku yang terpampang menganga. Posisi ini membuatku semakin menggila, karena bukan hanya kedua lubangku yang digarap mereka tapi juga payudaraku. Andri dengan mudahnya memagut leherku dan satu tangannya meremas buah dadaku, Toni melengkapinya dengan menghisap puting buah dadaku satunya. Aku sudah tidak mampu lagi menahan deraan kenikmatan demi kenikmatan yang menghantam sekujur tubuhku. Hantaman-hantaman Toni yang semakin buas dibarengi sodokan Andri, sungguh tak terperikan rasanya. Hingga akhirnya kurasakan sesuatu didalam kewanitaanku akan meledak, keliaranku menjadi-jadi.
“Aaagghh.. ouuhh.. Tonn.. Drii.. tekaann” jerit dan erangku tak karuan.
Dan tak berapa lama kemudian tubuhku serasa melayang, kucengram pinggul Toni kuat-kuat, kutarik agar batangnya menghujam keras dikemaluanku, seketika semuanya menjadi gelap pekat. Jeritanku, lenguhan dan erangan mereka menjadi satu.
“Aduuhh.. Tonn.. Drii.. nikmat sekalii”
“Aaarrghh.. Verr.. enakk bangeett”
Keduanya menekan dalam-dalam milik mereka, cairan hangat menyembur hampir bersamaan dikedua lubangku. Tubuhku bergetar keras didera kenikmatan yang amat sangat dahsyat, tubuhku mengejang berbarengan dengan hentakan-hentakan dikewanitaanku dan akhirnya kami.. terkulai lemas.
Sepanjang malam tak henti-hentinya kami mengayuh kenikmatan demi kenikmatan sampai akhirnya tubuh kami tidak lagi mampu mendayung. Kami terhempas kedalam mimpi dengan senyum kepuasan. Dihari-hari berikutnya bukan hanya Andri dan Toni yang memberikan kepuasan, tapi juga pria-pria lain yang aku sukai. Tapi aku tidak pernah bisa meraih kenikmatan bila hanya dengan satu pria.. aku baru akan mencapai kepuasan bila \’dijarah\’ oleh dua atau tiga pria sekaligus.

Cerita Sex Ngentot Bergambar Teman Lama Buat Bikin Anak

Pada suatu pagi aku menerima sepucuk surat. Ternyata surat itu dari sahabatku Nasem yang tinggal di Manado. Isinya dia mengundangku d...